Senin, 11 Mei 2009

“Cinta yang Tulus Berbuah Janji Suci”

Rabu, 06 Mei 2009 adalah hari yang paling bersejarah dalam hidup aku. Hari yang tidak ada perbuatan kecuali ingin bersujud syukur di setiap jamnya, tidak ada ucapan kecuali ingin selalu bertahmid di setiap menitnya dan tidak ada rasa kecuali kenikmatan yang begitu besar di setiap detiknya. Subhanallah, Maha Suci Allah yang telah menyiapkan hari yang begitu indah dan fenomenal dalam hidup aku. Di hari tersebut adalah hari pertama kalinya aku mendengar sebuah ucapan dari seorang Akhwat lembut yang sarat akan keyakinan dan ketegasan “ya, insya Allah aku mau menikah dengan Aa, dengan segala keadaan dan konsekwensi yang ada”. Bagi aku kalimat itu adalah kalimat terindah dan termerdu dalam hidup aku setelah ucapan Allah dan rasul-Nya dan nasihat cinta dari kedua orang tuaku.
Teman-teman bloggers, sengaja aku menceritakan kisah ini (dibaca: “tahadduts bi ni’mah”) semoga bisa menjadi pelajaran berharga buat semuanya. Dan rasanya ada yang kurang memang bila kisah yang indah dan membahagiakan ini tidak aku ceritakan kepada teman-teman. Yang pasti sih ujung-ujungnya kisah ini ada kaitannya ma masalah nikah. Hehehehehe,,, pusing ya teman-teman yang belum nikah!!!! Ke mana-mana pasti ada ja pembahasan masalah nikah. Tapi bagi aku sih nikah itu seperti mimpi indah yang selalu membayangi malam-malam aku yang selalu aku dambakan. Nah, kalau menurut teman-teman gimana? Nikah itu mimpi indah atau mimpi buruk? Yang jelas bagi teman-teman umat nabi Muhammad nikah itu harus didambakan. Why? Lihat “http://tentang-pernikahan.com/”. Eh, ni mo ngaji pa mo cerita sih!!!! Punten deh kelupaan, maklum lagi bahagia.
Sekitar sebulan yang lalu entah karena mimpi apa semalaman, teman sekampungku yang bekerja di Jakarta, namanya Eka menelepon aku. Dia dengan tanpa malu dan ragu menawarkan kepadaku untuk coba menembak “ih serem banget, tar mati deh” seorang Akhwat, sebut saja inisialnya “Y”. Hal itu terjadi karena sebelumnya di antara kami pernah ada pembicaraan tentang kejombloan aku dan niat baik aku untuk menikah, ya walaupun heheheheh, jadi malu! Ga punya uang gitu.
“Y” adalah seorang wanita yang tinggal di Cicopong, kampung yang masih satu kecamatan dengan kampung asalku, Ciruwuk City Bogor alias CC. kira-kira berapa cc ya? Ih emang gi ngomongin motor!!! Becanda ding, alias just kidding! Sebetulnya Eka sendiri belum kenal dengan “Y”, dia tahu yang namanya “Y” ternyata dari temannya lagi yang masih sekampung, si Eros. Fikir aku “ga beres juga nih si Eka memilihkan untuk aku seorang wanita yang dia sendiri belum kenal. Jangan-jangan entar kaya yang sudah-sudah lagi, ngenalin aku ma seorang wanita tapi bener-bener jauh dari kriteria aku”. Eka Eeeeeeka, kau memang teman terbaikku “jazakallah ya” dengan segala keterbatasanmu kau masih sempat-sempatnya memikirkan temanmu ini, bayangin ding ga tanggung-tanggung yang difikirin masalah wanita dan nikah yang ikut menentukan masa depan aku. Keluarga aku aja kayaknya belum memikirkan ke arah sana.
Ringkas ceritanya pada ahad 26 April aku kena musibah, kaki dan tanganku sakit gara-gara jatuh ketika sedang bermain futsal ma temen-temen di Bekasi, tepatnya di “Pondok Pesantren Modern IQRO”. Akhirnya aku putuskan saja pulang ke Bogor untuk dipijit di sana. Tanganku semakin terasa sakit dan nyeri yang tak bisa lagi aku tahan. Dan pada hari seninnya aku langsung pulang dengan jemputan adekku. Tapi sebelum pulang, dengan rasa sakit yang ada aku masih sempat-sempatnya memikirkan si ”Y” dan langsung menelepon si Eros untuk menanyakan bagaimana caranya aku bisa tahu yang namanya “Y”. Hehehehe, penasaran ya? Ga juga sih, Cuma pengen tahu ja. Siapa tahu cocok gituch.
Malam selasa setibanya aku di rumah, keluargaku langsung manggil tukang pijit dan tubuh aku pun langsung di hidangkan menjadi makanan lejat bagi tukang pijit “mang Satria”. Dengan menahan rasa sakit dan keinginan untuk berteriak akhirnya sakitku terasa mulai lumayan enak. Rasa sakit di tanganku sedikit demi sedikit sudah mulai hilang. Makacih ya mang satria… “Alhamdulillah alladzi syafani”.
Hari di pagi itu seperti biasa suasana di kampungku begitu segar, cerah dan indah. Aku selalu tersenyum manis kala tuan cahaya mulai memberikan kehangatannya. Terima kasih ya Allah, kau lahirkan aku di sebuah kampung kecil yang penuh dengan dengan kenikmatan, masyarakat yang ramah, anak-anak yang selalu riang, kuningnya padi di sawah sebagai sambutan pagi hari untuk para petani, dan masih banyak kenikmatan melimpah lainnya yang Allah anugerahkan buat kampungku. Pukul 06:00 pagi, biasanya aku di kampung tidak begitu banyak beraktivitas, paling cuma bantu-bantu si Teh Yayah buka warung terus sapu-sapu ruangan rumah, kalo lagi mood aku juga sangat senang sekali menata dan membersihkan bunga-bung yang ada di halaman rumah. Kalo lagi males? Parah banget bro. bayangin aja terkadang aku suka nggak mandi ampe dua atau tiga hari, tapi kalo untuk masalah makan mah (penulis: “babacakan”) aku gak akan pernah lupa dan ketinggalan. Hehehehe, dasar busong!!! Eh, hari ini kan aku mo ke rumah si “Y” mana mungkin aku lupa makan ma mandi. Harus semangat gituch lo.
Udara pagi boleh segar, tapi untuk siang hari panasnya CC ternyata tidak jauh kalah dengan Jakarta. Tapi hal itu tidak memadamkan semangat dan tekad aku untuk datang ke rumah “Y”. setelah membuat kesepakatan dengan si Eros tentang waktu dan skenario kedatangan kami ke rumah “Y”, pukul satu siang pun kami berangkat. Di perjalanan ketika naik si kukut (penulis: “motor Zupiter keluargaku yang selalu menemani aku di setiap hari-hari bersejarah terjadi”) tidak ada sedikit pun informasi tentang “Y” yang aku dapat dari Eros, selain karena aku banyak diam Eros juga tidak tahu banyak tentang “Y” sekarang ini. Yang aku tahu dari dia hanya “Y” itu adalah teman sekolahnya dari SMP sampai SMU yang sekarang sedang jad guru di MTs Kebon Kalapa. Aku fikir-fikir lucu juga yah, tapi udah ah yang terpenting kan Bismillahirrahmanirrahim.
Sesampainya di Cicopong, aku diajak ke sebuah rumah yang sederhana. Rumah itu bagi aku terasa begitu nyaman dan menyatu. Di dalamnya hanya ada tiga penghuni; ibu, bapak dan satu anak perawan kesayangannya; ya si “Y” itu. Setelah bertemu dan kenal ma “Y”, “oh ini yang namanya “Y”!” terlalu mungkin kalo aku bilang dia tidak istimewa. Tapi itulah kenyataannya. Dia tampil begitu sederhana. Tapi di sisi lain aku bener-bener suka dengan dia, di balik kesederhanaannya ternyata dia adalah wanita lembut, sopan, bermuka riang, dan yang pasti dari dalam dirinya aku menemukan jatidiri seorang wanita yang selama ini aku cari. Aku bertanya dalam hati, “apa iya ini adalah jodoh aku. Ya Tuhan, hanya Hidayah dan Cinta-Mu yang selama ini paling berharga dalam hidupku”.
Di rumahnya kami tidak begitu banyak ngobrol, aku lebih banyak menjadi pendengar setia obrolan pertemuan kedua wanita yang sudah lama tidak berjumpa. Selain tidak ada tema yang mau aku sajikan “ih kaya mau presentasi aja”, tapi juga dia tidak eungeuh tentang maksud kedatangan aku ke rumahnya. Yang dia tahu aku ini hanya saudaranya Eros yang bertugas mengantar dia ke rumah dan mengembalikan lagi ke rumahnya dengan selamat. Mantap kan? Dengan cara dan kondisi seperti itu aku jadi tahu keadaan dia, cara bicaranya, cara berpakaiannya, senyumannya, cara menatap orang lain dan hal-hal lain tentang dirinya tanpa direkayasa. Ya Allah, jadikanlah ini jalan dan cara terbaikku untuk mendapatkan bidadari-Mu yang Kau segerakan di dunia. Amin.
Merasa puas dengan obrolan yang lumayan panjang, lama, ngelantur, tapi yang pasti bikin kedua wanita tersebut senang, kadang BT banget fikir aku, kami pun berpamitan pulang. Makasih ya Teh “Y” buat air sama rotinya plus ma senyumannya itu lo yang bikin aku suka banget ma Teh “Y”. Oh iya makasih juga dah nganterin kami ke atas pas mo pulang. Haaaah, desahku Nampak seperti orang yang mulai merasa lega ketika perjalanan pulang. Boleh juga “Y” fikir aku. Wah setelah aku berusaha, nanti malam aku harus bertawakkal sama Allah dengan istikharah untuk meyakinkan diri aku bahwa “Y” adalah pilihan Allah yang terbaik untuk aku. Oh iya, yang tidak kalah penting besoknya aku kan harus berangkat ke Bekasi. Huh, keluh aku, banyak banget tugas yang numpuk di sana. Tapi sudahlah yang penting kan hari ini aku lagi bahagia. Yaga yaga yaga???!!!
Setibanya di Bekasi betul saja ternyata tugasku begitu numpuk. Dan tugasku yang paling berat di antara semuanya adalah aku harus ngomong ke “Y” tentang maksud baikku untuk mengajaknya mengarungi sisa bahtera kehidupan bersama dengan sebuah ikatan suci dan sakral. “Tapi gimana kalau dia sudah tunangan yah?” fikirku “atau minimal dia sedang berstatus pacar orang?”. Secepat mungkin aku minta si Eros untuk datang ke rumahnya lagi, kali ini bukan untuk berpura-pura mampir lagi melainkan untuk menjelaskan tentang maksud kedatangan kami yang pertama dan perihal posisinya saat ini. Setelah mendapatkan jawaban yang positif, maka pada Sabtu 02 Mei 2009 aku pun berencana mengutarakan maksudku pada “Y”.
“Teh, aku gak punya uang tapi aku mau nikah ma Teteh. Teteh mau gak menikah sama aku dengan konsekwensi yang ada?” Itulah satu-satunya harga pernikahan yang pertama kali aku tawarkan terhadap seorang Akhwat. Sarat akan kesederhanaan, tidak ada kegombalan, penuh keyakinan, tampil seadanya, dan tentunya siap menerima dengan ikhlas segala kemungkinan jawaban yang akan aku terima. “Tapi Teteh fikir-fikir dulu ya, gak usah tergesa-gesa. Aku mau kok nunggu jawaban Teteh. Mintalah dulu petunjuk dari Allah dengan istikharah”, kataku setelah kami sepakati bahwa keputusannya akan dibicarakan pada Rabu 06 Mei 2009.
Air mataku mengalir dengan begitu deras hari ini, bukan karena sedang bersedih atau dapat musibah melainkan sedang berbahagia. Kata-kata cinta berupa tahmid, tasbih dan basmalah senantiasa terucap indah. Mengalir dan berdzikir mengiringi do’aku, “Ya Allah, jadikanlah dia yang terbaik untukku yang akan Kau berikan di saat yang terbaik pula. Jika bukan, maka Cinta dan Kasih Sayang-Mu adalah segala-galanya dalam hidup aku”, amin. Entah apa lagi yang harus aku ucapkan untuk menggambarkan kebahagiaanku. Semuanya tidak dapat mewakili dan tidak bisa menyempurnakan rasa syukurku. “Ampunilah dosaku Tuhan, rasa syukurku tidak pernah sebanding dengan nikmat yang Kau berikan untuk hamba-Mu ini”. Terima kasih Teh atas jawabannya.
Oh ya bro, tau gak jawaban dia gimana? Gak usah tau yah, soalnya kalimat yang dia ucapkan terlalu merdu di telingaku dan biarlah itu menjadi rahasia terindah dalam hidup aku yang kelak akan selalu menjadi bukti ketulusan cintanya kepadaku. Yang jelas setelah banyak berdiskusi dengan dia ada beberapa komitmen yang kami sepakati. Nah, kalau yang ini baru boleh tau, biar jadi pelajaran baik buat teman-teman blogger.

  1. saling menerima apa adanya, dengan kondisi aku yang sedang kuliyah Magister Ekonomi di Jakarta sementara penghasilan aku sangat serba pas-pasan dan kondisi keluarga aku yang sederhana;
  2. awal bulan Juli akan diadakan pertemuan dua keluarga;
  3. berencana menikah di bulan September dengan walimah yang sesederhana mungkin dan sesuai dengan kemampuan kami berdua tanpa memberatkan dan membebankan pihak keluarga manapun;
  4. mahar yang akan aku persembahkan adalah mushaf dan hafalan Surat Al-Shaff;
  5. masalah apapun yang didapati setelah menikah akan dihadapi berdua dengan penuh cinta dan optimis; dan
  6. berjanji bahwa aku dan dia harus tetap berkembang walaupun sudah menikah.
    Itulah janji-janji cinta yang sudah kami sepakati. Bukan syarat untuk mencintai ataupun dicintai. Melainkan komitmen untuk menggapai cinta-Nya yang sejati. Sudah kenal berapa lama bukan masalah buat kami. Karena yang kami mau hanya kami akan selalu berdua berada dalam dekapan cinta-Nya. Amin

PPM Iqro, Bekasi
Pada petiga malam saat Allah sedang menatap hamba-Nya
yang mengaharap Cinta dari-Nya



Senin, 15 Jumadil Ula 1430 H/
Senin, 11 Mei 2009